Copas Highlight.ID – Cadas dan menjulang tinggi dengan kokohnya, Tebing Breksi yang terletak di desa Sambirejo, Prambanan, Sleman memiliki pesona dan daya tarik yang mengundang wisatawan. Bahkan, Tebing Breksi yang berjarak sekitar 7 km dari Candi Prambanan menjadi tempat wisata yang layak kamu kunjungi ketika sedang liburan ke Yogyakarta.
Berfoto ria dengan latar belakang tebing-tebing yang curam dan eksotis akan menjadi kenangan tersendiri yang tak terlupakan. Dari Tebing Breksi ini pula, kamu bisa melihat pemandangan kota Yogyakarta dari kejauhan. Tak puas hanya di situ saja, kamu bisa menyewa Jeep yang siap mengantarmu berkeliling di sekitar area Tebing Breksi.
Bermula dari Penambangan
Siapapun tak mengira jika Tebing Breksi yang memiliki keterkaitan sejarah geologis dengan Gunung Api Purba Nglanggeran ini bakalan menjadi tempat wisata populer. Karena pada awalnya, Tebing Breksi dengan luas kurang lebih 7 hektar sejatinya merupakan tempat penambangan batu yang menjadi lahan pencaharian utama bagi masyarakat sekitar.
Batu kapur breksi yang merupakan endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba Nglanggeran dipasarkan hingga ke luar negeri. Nama breksi itu sendiri hanyalah sebutan saja dan mengacu pada jenis batuan geologis. Selain itu, para pembeli dari luar negeri sering menyebutnya batu breksi sehingga nama itu lah yang dikenal hingga sekarang. Nama lain jenis batuan yang merupakan hasil endapan abu vulkanik Gunung Api Purba Nglanggeran yakni batu tuuf.
“Hasil tambang ini sendiri (kegunaannya) untuk pondasi rumah, batu lantai, batako, bahan patung. Nah, itu ditambang sejak kurang lebih tahun 80-an,” jelas Kholiq Widiyanto, Ketua Pengelola Wisata Lowo Ijo, kepada Highlight.ID.
Warisan Geologis
Ia menambahkan, “Tahun 2014, ada tim dari UPN (Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta) yang merumuskan bahwa kawasan ini ternyata ditetapkan menjadi salah satu geo-heritage-nya Jogja.”
Warga desa Sambirejo mulai melakukan aktivitas penambangan sekitar tahun 1980-an dan mulai berhenti ketika ada penetapan kawasan Tebing Breksi sebagai warisan geologis atau geo-heritage yang harus dilestarikan keberadaannya. Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Kepala Badan Geologi RI Nomor 157.K/40/BGL/2014.
“Sejak (tahun) 2014 itu, kita mulai sosialisasi dari pemerintah desa terutama juga stakeholders terkait penghentian pertambangan. Alasannya tebing ini harus dilestarikan,” papar Kholiq. Menurutnya, formasi batuan geologis membentang dari Candi Ratu Boko hingga Gunung Api Purba Nglanggeran. Tetapi formasi batuan yang paling komplit berada di kawasan Tebing Breksi.
Menurut Kholiq, para ahli Geologi yang meneliti tentang batuan breksi memiliki perbedaan persepsi atau teori mulai dari penamaan batuan itu sendiri hingga awal terbentuknya formasi batuan tersebut. Meski demikian, Kholiq meyakini bahwa para peneliti tersebut melandasi teorinya dengan temuan-temuan yang sifatnya ilmiah.
Menjadi Objek Wisata
Ketika penambangan dihentikan, maka muncul lah satu dilema yakni bagaimana dengan mata pencaharian penduduk sekitar. Awalnya, terjadi pro-kontra tentang penghentian pertambangan batu tersebut. “Kalo penambangan dihentikan, penambang mau kerja apa? Karena ini terkait mata pencaharian,” ujar dia.
Beberapa pihak seperti tokoh-tokoh masyakarat, instansi-instansi terkait, dan pemerintah desa kemudian berkumpul dan melakukan musyawarah untuk menentukan fungsi Tebing Breksi ke depannya. Selanjutnya, pihak Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membuat Amphitheater yakni panggung terbuka dengan kapasitas 1 ribu tempat duduk yang dinamai “Tlatar Seneng” di area Tebing Breksi.
Kholiq mengatakan, “Tujuan (Amphitheater) pertama adalah untuk mewadahi pentas seni budaya yang ada di masyakarakat kita. Seiring pembangunan itu, juga seiring dengan perkembangan media sosial, mulai banyak pengunjung.”
“Panggung terbuka tersebut diresmikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada tanggal 30 Mei 2015,” tambah dia. Menurut Kholiq, acara kesenian di Tebing Breksi yang paling banyak menyedot perhatian pengunjung yaitu kuda lumping.
“Yang paling diminati di sini adalah kuda lumping. Kalo (ada pertunjukan) kuda lumping, dari pagi sampe sore pasti penuh. Dan di Ampitheater ini juga sudah banyak sekali event-event besar baik yang sifatnya lokal, nasional maupun internasional,” papar dia.
Melihat animo masyarakat untuk berkunjung ke Tebing Breksi yang waktu itu lumayan banyak, maka semua pihak akhirnya menyepakati bahwa Tebing Breksi dijadikan sebagai objek pariwisata. Setelah itu, para mantan penambang mendapat beberapa pilihan pekerjaan untuk menghidupi keluarganya. Pilihan pekerjaan yang ada yakni membuka usaha kuliner di kawasan Tebing Breksi, beternak, dan menjadi pengelola area wisata Tebing Breksi. Warga masyarakat yang tadinya menganggur akibat penghentian tambang akhirnya banyak yang mulai beralih profesi menjadi pengelola objek wisata.
Pamornya Mulai Naik
“Tapi tidak serta merta sejak diresmikan pertengahan (tahun) 2015 itu terus berkembang, terus pesat. Baru satu tahun kemudian itu bisa dikatakan pengunjungnya rame. Tonggak awal mula keramaian Breksi ini adalah (tanggal) 21 – 22 Mei 2016 dengan adanya event ‘Breksinergi’, Breksi Berenergi,” paparnya.
Event itu sendiri merupakan perwujudan sinergi antara Dinas Pariwisata Provinsi DIY, mahasiswa UPN “Veteran” Yogyakarta, pemerintah desa beserta warga sekitar. Selain itu, ‘Breksinergi’ waktu itu juga melibatkan Lintas Komunitas Peduli Wisata DIY. Kegiatan utamanya yakni penanaman kurang lebih 350 pohon buah-buahan di kebun yang ada di area Tebing Breksi.
Adapun pepohonan yang ditanam seperti pohon mangga, kelengkeng, sirsak, dan jambu air. Buah-buahan tersebut dapat dipetik oleh pengunjung Tebing Breksi. Namun kendala dari penanaman pohon di area Tebing Breksi yakni kurangnya pasokan air sehingga berdampak pada masa berbuah pohon yang lebih lama.
Menurut Kholiq, pihaknya mencatat rata-rata jumlah pengunjung sejak tahun 2016. “(Tahun) 2016 ini, dari bulan Januari sampai April itu rata-rata 2.000 pengunjung per bulan. Nah, di bulan Mei, dengan adanya event (Breksinergi) itu, ada 5.000 pengunjung satu bulan,” ungkap Kholiq.
Selanjutnya, grafik pengunjung Tebing Breksi terus mengalami peningkatan. “Di bulan Juni 2016, itu kurang lebih 9 ribu pengunjung, mulai naik. Di bulan Juli 2016, karena bertepatan dengan hari liburan Lebaran itu ada 36 ribu pengunjung. Terus naik puncaknya di bulan Desember 2016, satu bulan ada 110 ribu pengunjung,” ujar dia.
Tahun berikutnya, pengunjung Tebing Breksi tidak kurang dari 1 juta selama setahun. Lalu pada tahun 2018, pengunjung Tebing Breksi dalam 1 tahun lebih dari 1 juta.
Jeep Wisata
Tak hanya menikmati pemandangan di area Tebing Breksi, pengunjung juga dapat berkeliling di luar area dengan menaiki Jeep wisata yang disewakan oleh pengelola. Kehadiran Jeep wisata yang berada di bawah naungan Koperasi Shiva Plateau Prambanan ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan di tempat-tempat wisata lainnya yang ada di sekitar Prambanan. Sebanyak 40 armada Jeep yang sudah dilengkapi dengan asuransi siap mengantar wisatawan berkeliling dengan rute yang melewati tempat-tempat wisata seperti Candi Barong, Candi Ijo, dan Spot Riyadi.
Jeep dengan kapasitas 4 penumpang melayani rute pendek dengan harga Rp. 300 ribu
Sementara, rute medium Rp. 400 ribu.
Untuk rute panjang dengan biaya Rp. 550 ribu
“Waktu panjang atau pendek itu tergantung (orang) yang explore destinasinya. Kadang juga nggak terlalu kita batasi, sepuasnyalah.
Beragam Atraksi dan Fasilitas Menarik
Selain itu, terdapat pula sepeda motor beroda 4 yang disebut dengan ATV (all-terrain vehicle) sebanyak 20 unit. Selama 20 menit, pengunjung dapat menaiki ATV dengan harga Rp. 50 ribu. Kalau sewa selama 1 jam, harganya menjadi Rp. 100 ribu.
Demi memenuhi kebutuhan pengunjung untuk berfoto-foto, pihak pengelola Tebing Breksi menyediakan 20-an photobooth dengan berbagai tema. Untuk berfoto di photobooth yang terdapat di area Tebing Breksi, pengunjung dikenakan biaya suka rela.
Tak hanya itu, terdapat pula fasilitas Balai Ekonomi Desa atau disebut dengan Balkondes. Menurut Kholiq, Balkondes itu merupakan hasil dari program CSR (corporate social responsibilty) oleh PT Telkom yang dihibahkan ke pemerintah desa. “Nah, itu semacam resort atau cottage. Ada homestay-nya, ada tempat workshop, meeting room, aula, resto,” ujarnya.
Di dekat resort tersebut, terdapat camping ground yang view-nya menghadap kota Jogja dengan kapasitas 150 tenda dome atau sekitar 400-an orang. Camping ground itu dipercantik dengan kebun bunga di mana terdapat bunga matahari, bunga kenikir, bunga kertas, dan lainnya. Pengelola Tebing Breksi juga menyewakan tenda berikut perlengkapan lainnya. “Kalo untuk venue kita hitung per 24 jam. Satu hari itu per orangnya Rp. 15 ribu untuk venue-nya,” jelas dia.
Kholiq mengatakan bahwa pihaknya menginginkan adanya event reguler yang diselenggarakan oleh pengelola pariwisata. “Kita juga punya mimpi untuk (menyelenggarakan) event reguler. Entah itu nanti kita kuat untuk pendanaannya event yang tiap seminggu sekali, ato seminggu 2 kali, sebulan sekali. Entah ada penonton ato enggak, tetap pentas,” tutur dia.
Ke depannya, Kholiq berharap agar setiap sudut di area Tebing Breksi dapat dimanfaatkan untuk berfoto-foto. Kholiq berujar, “Mimpi kami, menjadikan setiap titik di area (Tebing Breksi) ini bisa untuk foto. Intinya kita kerjakan sungguh-sungguh. Jadi setiap titik itu indah. Harapan kami dengan adanya pariwisata ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bisa meningkatkan peluang kerja bagi masyarakat terutama desa kami pada khususnya. Umumnya, kawasan Prambanan. Di wilayah desa kami ini banyak destinasi maupun yang masih potensi untuk bisa dikembangkan.”
“Dan harapan besar lagi, pemerintah untuk tetap men-support kami karena ini kan betul-betul murni dikelola oleh warga,” tutup dia.
*************************************************************************
INFO INFO SEPUTAR PAKET JEEP WISATA DAN FOTOGRAFER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar